Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Radio di Era Digital, Masih Adakah Pendengar Setia?

Di era digital saat ini, mungkin sudah jarang dari kita menemukan aktifitas masyarakat yang ditemani dengan siaran radio. Yah, memang keberadaan radio sekarang ini seolah terancam dengan kehadiran internet yang bisa diakses kapan saja dan di mana saja selama memiliki jaringan mobile.

Eksistensi Radio

Media internet yang ternyata mampu memuat segala bentuk sajian informasi seperti aksara, audio dan visual nyatanya menguasai arus pertukaran informasi bahkan menjadi sarana hiburan bagi sobat milenial. Contohnya bisa kita perhatikan dengan berbagai kemunculan media online yang dulunya berfokus pada penyajian surat kabar cetak. Namun dengan melihat potensi dan manfaat internet yang bisa diakses secara realtime, maka hadirlah berbagai situs-situs media online yang kita kenal seperti Tribunnews.com, Kompas.com, Fajar.co.id, dll.

Selain itu, aplikasi youtube yang kita kenal saat ini banyak digunakan oleh anak-anak muda baik dalam mengakses informasi atau memperoleh hiburan sudah mampu menjawab tantangan media-media pendahulunya dengan sangat jelas. Tapi, apakah benar keberadaan radio akan serta merta ditinggalkan oleh pendengar setianya?

Saya rasa, hal itu belum tentu terjadi dalam jangka waktu dekat ini. Pasalnya, masih ada saja pendengar setia yang memilih radio sebagai media informasi bahkan hiburan. Tak terkecuali difabel visual.

Eksistensi Radio Bagi Difabel Visual

Eksistensi Radio

Untuk informasi tertentu, difabel visual justru terkadang mendapatkan penjelasan yang detail melalui siaran radio. Misalnya dalam acara kegiatan jual beli. Deskripsi mengenai barang yang diperdagangkan melalui radio disajikan oleh sang penyiar secara detail. Yah, tentunya karena radio tidak bisa menampilkan gambar dari barang jualan tersebut, sehingga harus dideskripsikan baik bentuk, tekstur dan warnanya oleh penyiar. Hal tersebut disampaikan oleh Rizkah, seorang difabel visual yang merupakan aktivis difabel di Makassar.

Hal ini juga diakui oleh beberapa difabel visual lainnya yang sampai saat ini masih menjadi pendengar setia radio. Mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa, maupun para pekerja. Bahkan untuk beberapa aktivitas mereka barengi dengan mendengarkan radio.

Mengakses informasi juga menjadi alasan mereka dalam mendengarkan perangkat yang menggunakan frekuensi ini. Sebut saja Herman, mahasiswa difabel visual yang saat ini menjalani perkuliahan di jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Makassar mengatakan bahwa mendengarkan radio justru lebih simple dan bisa diakses sambil nyantai.

Dengan kelebihan radio yang bisa didengarkan sambil rebahan, menurutnya ia dapat mengikuti perkembangan informasi terbaru tanpa susah payah mengutak atik Smartphone, atau berhadapan dengan layar laptop untuk membuka jaringan internet. Selain itu, ia juga bisa mendengarkan acara-acara hiburan dan pembelajaran dari siaran-siaran radio yang tidak kalah bagusnya.

Salah seorang kawan saya, bernama Muhammad Ilham yang juga mahasiswa Universitas Islam Makassar, jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tak jarang juga saya dapatkan menyetel siaran radio. Laga-laga PSM Makassar sering ia ikuti ditemani sang reporter bola yang kreatif dalam mendeskripsikan suasana di lapangan. Dan yah, harus saya akui bahwa memang untuk yang satu ini saya sangat setuju.

Saya pun pernah mengikuti pertandingan sepak bola melalui siaran radio. Dan benar sangat berbeda pola pembawaan reporter bola antara radio dan televise. Reporter bola pada stasiun televise tidak mendeskripsikan keadaan di lapangan secara utuh karena memang media yang mereka gunakan berbasis audio visual. Sementara, reporter bola pada radio memang dituntut lebih detail dalam menyampaikan alur permainan dan kondisi di lapangan karena media yang digunakan tidak mendukung tampilan visual. Dan sebenarnya, ini menguntungkan difabel visual tentunya. Kebutuhan akan hiburan oleh difabel visual akhirnya bisa terpenuhi berkat kreatifitas dan keberadaan para host-host pada siaran radio.

Bahkan, yang saya ketahui bahwa ada sekelompok kerabat difabel visual di suatu wilayah telah berhasil membuat dan mengelola radio streaming. Dan salah seorang penyiarnya pun merupakan seorang difabel visual. Hal ini membuktikan bahwa siaran-siaran atau keberadaan radio sebagai media informasi dan hiburan masih diminati oleh para difabel visual.

Sebagai kesimpulan, kemajuan teknologi mungkin telah berhasil menarik sebagian besar pendengar setia radio. Namun, tentu perbedaan latar belakang masing-masing individu menjadi faktor penggunaan dari media-media yang ada tak terkecuali radio. Pendengar dan penikmat setia radio nyatanya belum sepenuhnya hilang. Dan tidak menutup kemungkinan, program siaran radio ke depannya akan hadir dengan berbagai inovasi yang bergantung pada kreatifitas pengelola dan pemilik saluran radio dalam menyikapi arus modernisasi yang kian berkembang.

Post a Comment for "Radio di Era Digital, Masih Adakah Pendengar Setia?"

Advertisement: Dapatkan Layanan Domain dan Hosting Murah!