Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Ramadhan, Idul Fitri dan Bakti Pada Orang Tua

Penulis: Sujono said

Ridha Allah, tergantung ridha ibu bapakmu. Dan murka Allah juga tergantung dari murka ibu bapakmu. Maka dari itu, jangan pernah alirkan airmata salah satu dari mereka setetespun. karena Allah akan membalasnya diperlihatkannya padamu balasan di dunia di kemudian hari dan ditimpahkan balasan padamu di hari kemudian.

Foto Bersama Keluarga

Selagi mereka masih hidup, dan kesempatanpun terbuka selebar mungkin, maka curahkanlah baktimu kepada mereka sebelum kita menyesal ketika salah satu atau keduanya dipanggil pulang yang maha kuasa. Sebenarnya, banyak sekali dalil baik dalam al-Quran maupun hadits nabi tentang bagaimana kita berbakti kepada kedua orang tua. Seperti dalam surah lukman ayat 12-19, dan surah al-isra ayat 22-26.

Izinkan penulis untuk bercerita tentang banyak hal terkait ramadhan hingga idul fitri di kampung halaman yang amat penulis cintai. Akhir tahun 2021, bagi penulis dan keluarga adalah ammul husni (tahun kesedihan). Karena, ayah yang penulis amat cintai pada tanggal 20 nofember 2021 tetiba terserang struk di organ tubuh sebelah kiri yang membuat ayah kami terbaring tak berdaya hingga tulisan ini dirilis.

Hingga akhirnya, 22 desember 2021, penulis menggunakan momen libur smester yang bertepatan dengan natal dan tahun baru 2022 untuk mendampingi beliau sembari membantu adik merawat sesuai dengan kemampuan yang penulis punyai.

Pendampingan pun berlanjut sejak 5 januari 2022 hingga 6 februari 2022 dan penulis menggunakan fasilitas firtual untuk mengajar anak didik tentu dengan izin dari kepala sekolah dan pihak yayasan. Setelah 6 februari 2022, penulis kembali ke Makassar untuk melakukan proses pembelajaran secara tatap muka. Komunikasi dan koordinasi antara penulis dan adik plus ipar kian hari kian intens dan selalu meng update kabar papa yang alhamdulillah baik-baik saja. Namun, kabar kurang menyenangkan itu ternyata penulis peroleh pada jumat pagi tepatnya 18 maret 2022 pagi yang meminta penulis untuk pulang karena papa masuk IGD rumah sakit Dokter KH hayyung kabupaten selayar. Malamnya, ternyata beliau dipindah ke ICU, hal itulah yang membuat penulis semakin tak karuan. Akhirnya, pada Sabtu 19 maret 2022 subuh, penulis pun berangkat ke Selayar. Saat akan naik ke kapal, penulis dikabari beliau di pindah ke perawatan.

Setiba di Selayar, penulis hanya 2 jam beristirahat di rumah. Jelang magrib, akhirnya penulis bertandang ke perawatan jeruk. Malam harinya, penulis pun beristirahat yang cukup. Keesokan harinya, dokter syaraf yang merawat ayah kami datang dan menyatakan bahwa esok hari beliau dibolehkan pulang. Malam kedua di Selayar, penulis pun berjaga tengah malam untuk menemani ayah hingga penulis usai shalat subuh. Dan menyempatkan tidur selama 2 jam karena penulis akan mengajar secara daring dari depan kamar perawatan. Penulis terjaga pada jam 7 pagi, saat suster dan dokter masuk ke kamar perawatan untuk mengecek kondisi beliau.

Walau kondisi masih kurang prima lantaran kurang tidur, penulis pun tetap mandi dan berpakaian rapih untuk melaksanakan lakon penulis sebagai pendidik di depan kamar perawatan. Hari itu, adalah hari Senin, tepatnya pada tanggal 21 maret 2022. Siang hari setelah penulis melaksanakan lakon sesuai provesi yang penulis geluti dengan cinta, aayah kamipun diperbolehkan pulang dan kami pun meninggalkan bangsal perawatan jeruk menuju desa Lowa agar ayah kami memperoleh treatmen bersama keluarga di rumah. Selama 2 hari di Lowa tepatnya di Cambatunu. Penulis pun juga tetap melakukan lakon sebagai pendidik sembari menikmati suasana desa yang amat dirindukan. Genap 3 hari di Lowa, kami membawa ayah kembali ke kediaman kami di Benteng. Di sana penulis lebih banyak menemani ayah dan melakukan segala aktivitas, baik sebagai guru maupun aktivitas lainnya serta tetap leluasa menjalankan agenda-agenda secara firtual seperti webinar melalui Zoom atau diskusi lewat Google Meet. Hingga akhirnya, pemerintah melalui kementerian agama menetapkan 1ramadhan pada tahun ini jatuh di hari Ahad, 3 April 2022.

Mengajar di ruang perawatan 1

Saat ramadhan tiba, betul-betul kesabaran penulis dan keluarga diuji. Terkadang ada kondisi saat mendampingi ayah, penulis dalam kondisi emosi berlipat ganda. Namun penulis sadar bahwa ramadhan adalah bulan edukasi dan bulan jihad melawan diri sendiri. Maka penulis Alhamdulillah berusaha survive. Malam hari di bulan ramadhan, Alhamdulillah penulis tetap berkesempatan untuk melaksanakan shalat tarawih di masjid tempat ayah dan keluarga sering melaksanakan shalat Jumat dan shalat 5 waktu.

Karena ayah tak dapat menemani dan menuntun ke masjid, maka penulis berusaha sendiri sembari menerobos gelapnya malam dengan tongkat putih. Saat pulang dari masjid, selalu dibantu menyeberang oleh jamaah.

Terkadang, sang adik selalu khawatir akan eksistensi tongkat putih yang selalu penulis gunakan karena di Selayar masih banyak pengguna motor yang suka ugal-ugalan. Namun demikian, ia tidak terlalu mempermasalahkan dan merisaukannya. Penulis pun tetap enjoy dengan tongkat putih (White cane) menuju masjid Nurul Ikhwan untuk melaksanakan shalat tarawih setiap malam selama ramaddhan.

Mengajar di ruang perawatan 2

Karena, masyarakat sekitar tentu sudah banyak yang paham akan kondisi difabel terlebih, mereka sering menyaksikan entah lewat TV, atau chenell youtube. Sebagai sedikit ulasan dalam tulisan ini, penulis ingin menyampaikan bahwa sebagai difabel, kita harus memunculkan jati diri kita dan jangan malu mengakui anugerah yang tuhan kasi untuk kita. Karena, dengan begitu masyarakat akan faham dan memperlakui kita secara wajar. Selain itu, kita juga dengan ruang yang ada, boleh mensosialisasikan kepada public tentang bagaimana seharusnya cara pandang masyarakat akan jatidiri difabel berikut keragamannya. Serta, bagaimana mereka harusnya memperlakukan difabel. Terlebih, di Selayar, masih banyak difabel yang dikungkung oleh keluarga mereka karena stigma dan perspektif negative destruktif dan berimplikasi pada perlakuan yang sangat tak wajar. Di akhir tulisan ini, penulis juga akan menceritakan pertemuan penulis dengan bu Hikmah, seorang difabel netra yang sekarang menjadi tenaga pendidik di SLBN 1 Selayar. So, salah satu cara penulis memunculkan jati diri sebagai difabel selain dengan tujuan untuk memperoleh hal yang kita butuhkan, juga menyampaikan pesan moral bagi masyarakat dan keluarga difabel bahwa mereka dan yang lain itu adalah setara. Salah satu dari sekian banyak cara adalah melakukan best practice atau praktik baik seperti melakukan interaksi dengan masyarakat dan mengkomunikasikan apa yang kita inginkan atau butuhkan, agar mereka memahami. Sehingga, dengan begitu dari seorang bisa memberi dampak bagi lainnya yang membuat Selayar menjadi kabupaten ramah difabel. Terlebih sekarang ini ada seorang difabel netra yang merupakan alumnus SLBN Selayar yang mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam di Universitas Muslim Indonesia.

Selama ramadhan di Selayar, utamanya di siang hari saat melakukan interaksi dengan ayahanda banyak hal yang lucu hingga hal yang menguji kesabaran. Terlebih ketika beliau sering linglung (linga) dalam bahasa Selayar. Dan di situlah seninya berbakti pada orang tua yang penulis rasakan saat itu terlebih ketika kami mengobrol.

Misalnya ketika ayah mengatakan, "Sikurayya namuliangki?" (Kapan kita pulang?) Penulis menjawab, "Muliang rinteemae?" (Pulang ke mana?) Beliau kembali menanggapi, "Muliang ri pammarianta." (Pulang ke rumah tempat tinggal kita.) "Ri sapontaki inni." (Di rumah jaki' ini).

Beberapa hari di bulan ramadhan, dengan izin Allah ayah kami akhirnya sudah tak pernah linglung lagi sampai hari ini. Tinggal, melakukan terapi secara fisik serta treetmen secara medis kombinasi dengan obat-obat herbal dan mandi air laut. Selama ramadhan, penulis juga banyak melakukan kontemplasi(merenung) apakah penulis punya dosa sehingga penulis dan keluarga harus menerima ayah kami kondisinya tak berdaya seperti ini?. Akhirnya, sampailah kami kepada sebuah kongklusi bahwa ayah kami diberikan ketakberdayaan oleh tuhan adalah kesempatan bagi kami membalas jasa beliau selama beliau masih kuat kala itu.

Sebagai manusia penulis tentu juga punya kebiasaan buruk seperti, marah secara berlebihan, serta menyikapi segala sesuatu yang negative dengan respon yang emosional berlebihan yang boleh jadi berdampak pada kesehatan penulis di usia 40 hingga usia lanjut kelak. Akhirnya, penulispun berjanji di hadapan Allah setiap shalat 5 waktu dan mewujudkan dengan tindakan. ini Memang, adalah hal yang tak mudah. Namun bagi penulis, semua itu adalah jihad melawan diri sendiri, yang disertai dengan permohonan agar dikuatkan oleh Allah.

2 Mei 2022, kaum muslimin di seluruh dunia merayakan Idul Fitri. Sebuah kesyukuran karena tahun ini penulis dapat berkumpul dengan saudara-saudara di kampung. Hari itu, penulis dan adik melaksanakan shalat Id di Lapangan Pemuda Benteng dan yang bertindak sebagai khatib hari itu adalah wakil Bupati kabupaten Kepulauan Selayar, Ustadz Haji Saiful arief S.H.

Di awal khutbah beliau, ribuan jamaah bercucuran air mata, termasuk penulis. Kalimat yang beliau lontarkan dan membuat penulis terenyuh ketika beliau menyampaikan pernyataan seperti ini, “Jamaah Idul Fitri yang dimuliakan Allah. Dulu kita masih bersama dengan orang tua kita. Kini mereka ada yang tak lagi bersama shalat dengan kita lantaran ada yang dari mereka tergolek tak berdaya dan ada pula yang telah kembali ke hadapan ilahi”. “Bagi mereka yang telah kembali ke haribaan ilahi, semoga mereka dimudahkan menjawab pertanyaan dari mungkar wanakir. Sedangkan mereka yang saat ini tak berdaya di rumah, semoga dipulihkan. Semoga mereka dapat beraktivitas seperti sedia kala dan melakukan ibadah bersama-sama dengan kami”.

Setelah kami melakukan shalat Idul Fitri, penulis dan keluarga melakukan halal bihalal, sungkem dengan ayah dan dilanjut dengan sesi video call dengan keluarga yang ada di perantauan. Sebuah kesyukuran karena penulis tahun ini dapat berlebaran di selayar. 2 hari kemudian, penulis dan keluarga bertandang ke Baram-Barang untuk menziarahi makam ibunda yang telah berpulang ke pangkuan ilahi 9 tahun silam.

Setelah semua agenda di Lowa rampung, penulis beserta sang adik kembali ke Benteng, lantaran ia akan pulang ke Kendari. Sedangkan penulis berdasar jadwal akan mengakhiri masa bakti dan masa Idul Fitri pada Ahad, 8 Mei 2022 dan kembali ke Makassar untuk mengajar.

Namun, sehari sebelum ke Makassar, penulis menyempatkan diri berziarah dan bertandang ke rumah M. Bakri, seorang kawan yang penulis maksudkan sebagai mahasiswa Pendidikan Agama Islam di atas. Kemudian, siang harinya penulis bertandang ke rumah Bu Hikmah, seorang guru di SLBN 1 Selayar yang berstatus ASN. Sesampai kami di rumah beliau, penulis disambut ramah oleh bu Hikmah dan suami beliau Pak Salim. Berdasar data yang penulis peroleh, bu Hikmah menjadi tunanetra bukan sejak lahir, melainkan setelah selesai menempuh pendidikan di jenjang strata1. Secara psikis(kejiwaan) orang yang menjadi tunanetra setelah dewasa dan sejak lahir tentu berbeda. Karena, mereka lama menyaksikan gemerlapnya dunia tetiba indera penglihatan fungsinya dicabut oleh Allah. Bersyukur, beliau dianugerahi seorang suami yang mencintai apa adanya dan menyokong hingga bangkit. Dengan bu Hikmah dan suami, penulis bertemu selama kurang lebih 2jam. ***

Sekilas Tentang Penulis

Foto Sujono Said

Nama sujono said. Tempat tanggal lahir Selayar, 21 Februari 1987. Lebih senang dipanggil kak jono sejak mahasiswa sampai kakek-kakek. Hobi menulis, membaca, ngopi dan karaokean.

Post a Comment for "Ramadhan, Idul Fitri dan Bakti Pada Orang Tua"

Advertisement: Dapatkan Layanan Domain dan Hosting Murah!